Bismillah..
Semester terberat. Semester
2 mata kuliahnya semakin mengerikan. Banyak PR (h-1 baru mulai ngerjain),
laporan (H-beberapa jam baru selesai). Hari demi hari, minggu minggu kuliah
terlewati, sungguh tak terasa waktuku terlewati begitu saja, kemudian aku
bertanya, kemana waktuku hilang? Padahal aku membayangkan aku punya banyak
waktu, akan tetapi kenapa semuanya berantakan? Belajar pun tidak maksimal, mana
mau dapat ilmu kalau terus seperti ini. Aku mulai kesal terhadap diriku
sendiri. Puncaknnya, di UTS semester 2 aku terpaksa menggunakan sistem SKS yang
berefek pada hancurnya badan ini. Tidur 2 jam selama uts ditambah tumpukan
kafein yang semakin banyak, aku telah menyakiti tubuhku. Semuanya hanya karena pada
hari-hari kuliah malas mengerjakan PR, belajar pun aku terkesan meremehkan,
meremehkan penjelasan dosen, merasa sudah paham, dan tidak mencatat hal penting
dengan alasan “besok aku juga masih inget kok”, terus the biggest lie “ah besok
aja, seminggu sebelum UTS pasti aku bisa mengejar kok”. Di saat teman-teman
lain mulai menemukan semangatnya berkuliah, aku justru kehilangan ruh untuk
kuliah. UTS semester 2 aku lalui dengan jiwa yang tidak santai, tertekan, dan
merasa ketinggalan dari teman-teman lain. Dan aku bertanya lagi, “apa sih yang aku
kejar?” nilai? Memangnya nilai bisa mengantarmu ke surga? #jleb. Dan sekarang,
UTS telah berakhir, aku tidak akan membiarkan diriku terseret dalam
ketidaknormalan ini. Kemudian aku teringat apa yang pernah aku tulis dalam
catatan buku SMA-ku:
“Hidup bukan untuk ditangisi,
melainkan untuk diperjuangkan”
Tentang memori SMA memang susah untuk dilupakan, di sana
tersimpan banyak kenangan. Aku mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang
pernah aku kenal semasa SMA.
Teringat lagi, baru H-beberapa hari penutupan
pendaftaran SNMPTN aku memutuskan untuk masuk Teknik Elektro. Sebelumnya aku
berencana masuk Teknik Fisika atau Teknik Kimia. Untuk alasan tidak perlu
disampaikan di sini. Sejauh apa yang aku rasakan sekarang di Teknik Elektro,
aku merasakan sesuatu yang berbeda, ilmu-ilmu yang aku terima sejauh ini
bersifat abstrak dan tidak terlihat real oleh mata, atau dengan kata lain tidak
bisa dibayangkan secara fisis. Untuk membayangkannya harus menggunakan analogi.
Aku agak kesusahan untuk menerima ilmu-ilmu “ghaib” tersebut. Ketika ngobrol dengan teman-teman Teknik Kimia
atau Teknik Fisika, terlihat mata kuliah mereka lebih asik, lebih bisa dibayangkan secara fisis. Di teknik elektro,
sejauh ini aku sering sekali berkutat dengan masalah “isyarat”, “beda potensial”,
“arus”, “resistansi”, “algoritma”. Yang kesemuanya itu bersifat “ghaib” atau
tidak ada secara “fisis”. Sedangkan di Teknik Kimia, Teknik Fisika, atau Teknik
Mesin, parameter yang lebih sering mereka bicarakan adalah seputar “massa”,
“posisi”, “kecepatan”, “tekanan”, “volume” atau “temperatur”. Yang kesemuanya
itu bisa dilihat nyata ataupun paling tidak bisa dirasakan. Nah, hal-hal
semacam ini yang membuatku kurang merasa “sreg” berada di sini. Terkadang aku
bertanya kepada teman sejurusanku tentang “what is the real “concept” of
voltage? Or current?”. Mereka juga masih bingung hahaha :D
Sebenarnya satuan “Volt” itu apa.
Katanya arus itu pergerakan elektron yang berpindah dari atom satu ke atom yang
lain. Nah kenapa arah arus konvensional berlawanan dengan arah elektron?
Kenapa? -_-
Kalau aku kebanyakan tanya pasti ada
yang jawab, “kita bukan orang MIPA. Tidak tahu “kenapanya” itu tidak masalah.
Yang penting kita bisa menggunakannya untuk merancang sesuatu atau tahu
‘bagaimananya’.
Anehnya walaupun seperti itu adanya,
kenapa aku terkadang merasa lebih bisa dari yang lain dalam hal kuliah? Hasil
nilaiku pun membuktikannya. Semakin bingung akan kejadian ini. Mungkin ini
tanda bahwa Allah masih menghendaki aku berada di sini.
“Man Jadda Wa Jada”
Jadi, apakah aku pindah jurusan saja?
Oh ternyata tidak, setelah berpikir
panjang, mengapa susah-susah pindah jurusan? Apa untungnya? Kalau kerugiannya
jelas, waktu telat setahun dan tentunya biaya. Aku memutuskan untuk bersyukur diterima
di Teknik Elektro. Sudah bisa kuliah di sini itu luar biasa, menyingkirkan
berpuluh-puluh manusia yang juga berkeinginan masuk di jurusan ini. Jadi apa
gunanya aku menyesal? Kemudian aku juga berpikir, kenapa aku tidak terima saja
pemberian Allah ini, zuhud saja, toh masuk surga bukan ditentukan oleh kuliah
di jurusan tertentu. Aku juga tidak ingin waktuku 4 tahun kuliah nanti terbuang
sia-sia hanya untuk menyesali ini semua. Lebih baik menerima apa yang ada,
bersyukur, kemudian memaksimalkan pemberian Allah ini. Kuliah dengan sungguh-sungguh
dan terus berkarya. Oiya jangan lupa juga untuk bersabar J
“Semua
membutuhkan proses, dan proses pun membutuhkan waktu”
jleb banget syeikh, barokallahu fiikum
BalasHapus